It blooms in the spring and withers in the fall. But still, it sprouts again, over and over

 

Apa tak apa?

Musim telah berkali-kali berganti dan aku masih menatap penuh harap

Matahari dua ribu kali terbit dan mimpiku tetap sesekali berbayang keberadaanmu

Seratus kali aku yakin pergi, seratus satu kali aku selalu kembali

Aku ingin berbicara, tapi kita tidak pernah berbicara meskipun sepatah kata

Inginnya si, tak apa

Tapi semua yang kamu tinggalkan masih sama, kapan kedaluwarsa?

365 hari berkali-kali terlewati, kapan kiranya yang tersisa juga akan pergi?

Jika melangkah ke depan merupakan harus, kenapa pergiku selalu kembali ke titik satu?

Kita sudah terlalu jauh, kenapa aku yakin suatu saat kita kembali bertemu?

Menulis untukmu sepertinya telah menjadi candu. Sebagai pengganti suara yang tak pernah sampai, aku menulis kata demi kata agar tak terlupa. Beberapa waktu lalu aku menulis padamu, kau tau? Melalui badan pesan pada surat elektronik, aku bercerita beberapa hal. Tentang aku yang belum sepenuhnya lega dengan cerita masa lalu yang kuanggap kita, tentang pengakuan beberapa dosa tergesa yang kuperbuat dan aku ingin kau mengetahuinya, bahwa aku masih sulit menggambarkan segalanya sebagai peristiwa yang telah lama berakhir, aku yang sebelumnya menduga bahwa aku telah cukup berurusan dengan segala hal tentangmu dan berakhir mencari pembenaran atas harapan tentang "tidak, ini masih bisa", dan tentang aku yang akhirnya menerima bahwa ini memang belum berakhir dari sudut pandang orang pertama, dari aku. Di sana aku juga bercerita, sejak dulu, aku hanya ingin kita mengobrol. Tentang bagaimana harimu berjalan, seperti apa kuliahmu berlangsung, minuman apa yang terakhir kamu beli dan berakhir tidak menyukainya, atau bahkan kekesalan ketika beban tugas yang dirasakan terlalu berat dan akhirnya kamu memilih tidur dan bangun dengan perasaan menyesal.

Semuanya kutulis dengan rapi dan sedikit edit di sana dan sini sebelum kuputuskan untuk menekan kotak biru bertuliskan kirim. Aku sempat berniat hendak menyimpannya, untuk sekedar meluapkan keresahan. Namun, setelah berpikir selama tiga puluh hari, apa salahnya bercerita kepada seorang teman melalui surat elektronik? Tidak ada. Tapi, apa yang kutulis adalah hal yang ingin kamu baca? Apa yang kusampaikan adalah hal yang kamu rasa perlu tahu? Tentu tidak selalu. Aku tercegat perasaan ragu dan takut bahwa kamu menganggapku aneh dan mengganggu. Tapi kamu tau aku seperti apa. Terlalu nekat, terlalu tidak tahu malu. 

Satu-satunya alamat surat elektronik milikmu yang aku tahu, sepertinya tidak pernah lagi kamu periksa kotak masuknya. Aku berlagak bersikap lega apabila hal itu memang fakta. Surat yang kutulis telah terkirim tanggal 18 bulan 2 lalu. Tidak ada jawaban, tentu saja. Entah kamu telah membacanya dan memutuskan untuk memutuskan segalanya dengan segera, atau memang alamat surat elektronik yang lama tidak pernah kamu periksa. Kukira kedua fakta tersebut akan membuatku lega dengan sendirinya, mengetahui bahwa memang seharusnya kita sudah selesai sejak dahulu kala. Tetapi hampir tiga bulan setelahnya, sekarang, aku memutuskan untuk kembali menulis. Padamu, melalui halaman web berisi pesan tanpa nama penerima.


Kamis, 13 Mei 2021

"It blooms in the spring and withers in the fall. But still, it sprouts again, over and over" (English translation of Yorugaakeru)


Previous
Next Post »
Thanks for your comment