"Iyaa tun" "Eh, nis maksudnya"
I highly appreciate you guys who are struggling to call me Nisa. Yang masih abai dan tetap aja manggil aku Otun meskipun udah aku minta untuk panggil Nisa, atau Fit, semoga lama-kelamaan bisa menyesuaikan, ya.
Nama panggilan Otun sebenernya ngga seburuk itu. Bahkan, nama itu muncul dari guru Bahasa Inggris waktu aku kelas 8. Semacam untuk nandain, "Ah, kamu saya panggil Otun aja ya. Ya tun? Oke Otun". Aku oke-oke aja, aku ngga keberatan karena awalnya cuman beliau yang manggil Otun--dan teman-teman kelas.
Masuk SMA, aku memperkenalkan diriku dengan nama panggilan Nisa. Aku nggamau ganti jadi Otun. Pokoknya Nisa. Tapi, di sekitarku, Nisa nggak cuman satu. Akhirnya ada yang mengalah. Siapa? Aku. Sejak saat itu, ditambah dengan keterlibatan teman-teman SMP, yasudah. Akhirnya namaku Otun--lagi. Masa SMA kalian seperti apa? Kalau aku, rasanya, masa SMA ku penuh dengan penyesalan. Menyesal karena terlalu santai, menyesal karena terlalu terobsesi dengan seseorang, menyesal karena tidak bisa "menggapai" anak tangga tertinggi dan berujung berbelok di tengah, menyesal karena terlalu banyak sedih. Pokoknya sekarang yang kulihat di masa SMAku nggak ada yang bagus. Kelam. Terlepas dari teman-teman dekat yang sekarang masih keep in touch dan tetap berbagi cerita ya merkipun kuliahnya jauhan tentunya.
Ketika kuliah, sejak awal, aku memperkenalkan diriku dengan nama panggilan Nisa, lagi. Tapi, orang pertama yang kutemui bernama Nisa juga. Awalnya oke-oke aja, meski agak ribet. Kalo ngobrol via chat berasa ngobrol dengan diri sendiri. Tapi, karena dari SMA nggak cuman aku yang ada di ITB, akhirnya nama panggilanku Otun lagi. Udah ngga bisa, udah susah. Liat patternnya? Iya, sejatinya, nama panggilan Otun semacam ada karena terpaksa. Segimana pun aku pengen dipanggil Nisa, selalu berakhir dengan nama panggilan yang sama. Masa TPB seru. Tapi, entah gimana, yang membekas tetap kesedihan. Banyak nangis, banyak bingung, banyak ingin udahan, banyak melukai diri sendiri. Pokoknya udah, nggak mau ingat soalnya kalo ingat sesak, dan entah gimana selalu menyisakan penyesalan. Sampai masuk jurusan pun, karena teman jurusan adalah teman TPB, akhirnya nama panggilanku Otun lagi. Aku sempat keberatan dengan candaan O2N. O-two-n? Oon? that was fine. Nggapapa, namanya juga becanda.
Tapi aku jadi kepikiran ketika di rumah, akhirnya ibu&bapak bilang "Kok dipanggilnya Otun si? Bisa-bisanya". Nah, sekarang, (tujuh hari yang lalu), aku memutuskan untuk meminta kalian, teman-temanku, sahabat-sahabatku, orang yang mengenalku, untuk memanggilku Nisa. Bukannya aku mau ngebuang nama Otun. Nama itu, bisa dibilang, aku anggap sebagai chapter dalam sebuah buku besar yang aku sebut hidupku. Nggaakan aku robek dan kubuang. Chapter itu masih ada, tapi aku arsipkan. Tidak untuk diingat-ingat dan dibawa pikiran. Untuk hal-hal baik di dalamnya, segalanya masih tersimpan baik, kok. Ingatanku masih ramah terhadap mereka.
Kamis, 3 Desember 2020.
Minggu depan UAS, semoga tetap waras.
ConversionConversion EmoticonEmoticon