Kayaknya kalo ingat-ingat yang udah lewat, pengin balik lagi aja nggausah banyak tanya. Balik lagi bisa les gambar kaya waktu SD terus ikut lomba terus nyengir seharian gara-gara dapet juara waktu lomba, nulis cerpen terus dibayar waktu SMP, ketemu orang-orang keren waktu SMA. Berwarna, sedikit kesedihan, sedikit tekanan, sedikit sambatan juga. Penuh harapan. Nggaada mainin cutter berandai gores sana-sini, nggaada jalan-jalan sendiri lewat AKPN habis jogging, nggaada helaan napas panjang setiap hari di depan meja belajar, nggaada "pengen udahan aja, aku bodoh", nggaada rasa sendirian walopun katanya pasti punya teman walopun teman satu kelas, atau teman sama-sama satu jurusan. Wah, seru banget. Tapi, hidupku akan seperti apa?
Sampai saat ini pun, setua ini, sebesar ini, sesedih ini, masih belum menemukan "aku mau jadi apa", atau "aku harus apa". Coba deh, bersyukur. Kata orang. Coba deh, lihat dalam diri kamu apa yang kamu penginin. Katanya lagi. Lihat dalam diri sebelah mana? Bagian mana yang bisa aku lihat kalau melihat ke dalam saja, hanya kegelapan dan keredupan penuh kebingungan yang pekat? Kalau yang aku rasakan selalu ketidakbergunaan seorang perempuan berumur 19 tahun yang mimpinya runtuh, dan katanya harus bangun mimpi yang lain. Yang sekarang cuman bisa nangis, menyalahkan diri sendiri, mempertanyakan kebergunaan diri, tanpa peduli dari segala sisi. Patah, patah, patah, remuk sudah, aku.
Tapi, kalau mendengar kata orang, habislah sudah. Tidak terima masukan, tidak ikhlas mendengarkan. Lalu bagaimana? Yasudah, diam saja lah.
Tidak berlebihan, sekarang, bisa bangun pagi dan berangkat kuliah tanpa mengantuk pun, sudah alhamdulillah. Tapi, sepertinya, kalau punya mimpi, hidupku akan lebih terarah. Tau kanan atau kiri yang harus dijajah, tau utara atau timur yang harus kuambil jalur, dan langkah-langkah kecil lainnya. Kaya orang lain, keren deh, kalau bisa melakukan sesuatu. Nggak kaya aku.
Beralasan tulisan 8 Desember tahun lalu, sepertinya tahun baru bisa menjadi satu omong kosong nyata yang baru, untuk menaiki satu anak tangga agar hidupku lebih sedikit berharga, paling tidak lega untukku bernapas. Dan bonusnya, bahagia bukan hanya sampulnya saja. Inginnya sih, melakukan hal nyata dan sedikit demi sedikit, membangun lagi mimipi yang sempat runtuh. Entah bagaimana, entah dari sisi mana, sepertinya tidak bisa. Soalnya tidak masuk akal, tidak bisa. Sukar.
If I could only turn back time, sepertinya aku akan lebih menghargai kerja keras yang pernah kulakukan, dan berusaha lebih keras, saat itu juga.
7 Februari 2020,
Hujan, menulis menyenangkan. Semoga tidak bosan.
4 komentar
Click here for komentartenang, baru 1 semester. baru adaptasi. dulu aku juga gini hihi tapi ya coba enjoyin aja dulu, nanti juga terbiasa "terbiasa membiasakan rasa sakit sampe lupa kalo rasanya sakit". nanti juga kerasa hebatnya. semangat tun, kamu keren. belum tentu ada orang yg bisa kesulitan tp tetep bagus kan nilainya:)
ReplyWooopss!!! Thank you so much whoever you are. Terima kasih, ka. Semangat juga, semoga selalu diberi kekuatan menuju kesuksesan, ya!! Hehehe
ReplyHilih otun
ReplyHilih tapi suka bacanya huee
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon