“time is
money” atau waktu adalah uang. Istilah ini sangat popular khususnya di dunia
barat. “Waktu adalah pedang”. Waktu ibarat pedang yang akan siap menebas siapa
saja yang tidak dapat memanfaatkannya dalam kebaikan dan kemuliaan.
Apapun
itu istilahnya, waktu adalah sesuatu yang sangat berharga yang telah
dianugerahkan ALLAH kepada kita. Waktu selalu bergerak maju dan tidak pernah
mundur sedetikpun. Waktu juga tidak bisa diulang dan akan selalu meninggalkan
setiap orang yang melalaikannya. Waktu bisa membawa seseorang pada kesuksesan,
namun juga dapat menjerumuskan pada kegagalan.
Hidup ini ibarat sebuah perniagaan dengan ALLAH
S.W.T. Hanya mereka yang pandai menggunakan waktunya dengan baik dan seimbang
dalam meraih kesuksesan dunia dan kesuksesan akhiratnya, yang akan memperoleh
keuntungan dalam perniagaan. Tetap realistis dalam kehidupan modern tanpa
mengabaikan nilai-nilai spiritualitas kebenaran. Mereka yang semakin banyak
menggunakan waktunya untuk menghasilkan kebaikan, dialah yang akan meraih
keberuntungan dalam perniagaan dengan ALLAH. Jangan biarkan waktu kita terbuang
percuma sehingga mengakibatkan perniagaan kita merugi, karena penyesalan di
kemudian hari tiada berguna lagi.
“Iya nanti sajalah”,
demikian yang dikatakan dalam rangka menunda-nunda pekerjaaan atau amalan
padahal masih bisa dilakukan saat itu. Kebiasaan kita adalah demikian, karena
rasa malas, menunda-nunda untuk belajar, menunda-nunda untuk muroja’ah
(mengulang) hafalan qur’an, atau melakukan hal yang manfaat lainnya, padahal
itu semua masih amat mungkin dilakukan.
Perlu diketahui saudaraku, perkataan “sawfa
… sawfa”, “nanti sajalah” dalam rangka
menunda-nunda kebaikan, ini adalah bagian dari “tentara-tentara iblis”.
Demikian kata sebagian ulama salaf.
Menunda-nunda kebaikan dan sekedar
berangan-angan tanpa realisasi, kata Ibnul Qayyim bahwa itu adalah dasar dari
kekayaan orang-orang yang bangkrut.
إن المنى رأس أموال المفاليس
“Sekedar berangan-angan (tanpa realisasi) itu
adalah dasar dari harta orang-orang yang bangkrut.”[1]
Al Hasan Al Bashri berkata, “Hati-hati dengan
sikap menunda-nunda. Engkau sekarang berada di hari ini dan bukan berada di
hari besok. Jika besok tiba, engkau berada di hari tersebut dan sekarang engkau
masih berada di hari ini. Jika besok tidak menghampirimu, maka janganlah engkau
sesali atas apa yang luput darimu di hari ini.”[2]
Itulah yang dilakukan oleh kita selaku penuntut
ilmu. Besok sajalah baru hafal matan kitab tersebut. Besok sajalah baru
mengulang hafalan qur’an. Besok sajalah baru menulis bahasan fiqih tersebut.
Besok sajalah baru melaksanakan shalat sunnah itu, masih ada waktu. Yang
dikatakan adalah besok dan besok, nanti dan nanti sajalah.
Jika memang ada kesibukan lain dan itu juga
kebaikan, maka sungguh hari-harinya sibuk dengan kebaikan. Tidak masalah jika
ia menset waktu dan membuat urutan manakah yang prioritas yang ia lakukan
karena ia bisa menilai manakah yang lebih urgent. Namun bagaimanakah jika masih
banyak waktu, benar-benar ada waktu senggang dan luang untuk menghadiri majelis
ilmu, muroja’ah, menulis hal manfaat, melaksanakan ibadah lantas ia menundanya.
Ini jelas adalah sikap menunda-nunda waktu yang kata Ibnul Qayyim termasuk
harta dari orang-orang yang bangkrut. Yang ia raih adalah kerugian dan
kerugian.
Lihatlah bagaimana kesibukan ulama silam akan
waktu mereka. Sempat-sempatnya mereka masih sibukkan dengan dzikir dan
mengingat Allah.
Dari Abdullah bin Abdil Malik, beliau berkata,
“Kami suatu saat berjalan bersama ayah kami di atas tandunya. Lalu dia berkata
pada kami, ‘Bertasbihlah sampai di pohon itu.’ Lalu kami pun bertasbih sampai
di pohon yang dia tunjuk. Kemudian nampak lagi pohon lain, lalu dia berkata
pada kami, ‘Bertakbirlah sampai di pohon itu.’ Lalu kami pun bertakbir.
Inilah yang biasa diajarkan oleh ayah kami.”[3] Subhanallah … Lisan selalu terjaga dengan hal
manfaat dari waktu ke waktu.
Ingatlah nasehat Imam Asy Syafi’i –di mana
beliau mendapat nasehat ini dari seorang sufi-[4], “Aku pernah
bersama dengan orang-orang sufi. Aku tidaklah mendapatkan
pelajaran darinya selain dua hal. (Di antaranya), dia mengatakan bahwa waktu
bagaikan pedang. Jika
kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.”[5]
Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia,
sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka
akan hilang pula sebagian dirimu.”[6]
Semoga Allah memudahkan kita untuk memanfaatkan
waktu kita dengan hal yang bermanfaat dan menjauhkan kita dari sikap
menunda-nunda.
Sumber: https://iamagus.wordpress.com/2011/02/26/waktu-laksana-pedang/ dan http://rumaysho.com/qolbu/bahaya-sikap-menunda-nunda-1645
ConversionConversion EmoticonEmoticon