Naskah Drama (Dialog campuran B. Indonesia, Ngapak, B. Inggris)

No Title
Dedaunan bergesekkan menimbulkan bunyi berderak memecah kesunyian, tawa menggelegak laki- laki berkulit putih *Bayangin aja mereka berkulit putih* berbaur dengan bunyi ledakan di arah barat, timur, utara, selatan, di mana- mana. Asap tebal mengepul berbaur dengan keringat keletihan yang bercampur semangat untuk bebas namun tak banyak kesempatan. Pasukan yang datang dari barat, memperbudak dengan tak pandang usia, tak pandang siapa, yang terpenting mereka mendapatkan yang mereka inginkan.
            Seorang laki- laki pribumi berjalan melewati batas menuju markas pendatang. Mengendap- endap dan mengharap tak terlihat.
Pemain 1         : “(tengak- tengok) Langka wong kiehh. Insya Allah tapi,”
Prajurit                        : *Tertawa di samping kanan markas sembari meneguk minuman dan berjaga                         menunggu perintah selanjutnya dari Jenderal mereka*
Pemain 1         :”Astaghfirullah. Ternyata akeh wong. Priben kie. Inyong wis ning pinggir markas, arep balik ora nggawa apa- apa mol,” (ia menggaruk kepala bagian     belakangnya menandakan perasaan bingung dan takut yang membuncah di   hatinya)”
            Detak jantungnya berdetak lebih cepat sepuluh kali lipat (Atau kurang mungkin. Soalnya ngga ngukur) saat ia melihat sepasang kaki berjalan menuju samping markas tempatnya terduduk ketakutan saat itu.
Prajurit 1         :”Hey ! Where are you going?”
            Prajurit 2 yang sedang berjalan tadi berhenti tepat pada waktunya. Berhenti sebelum ia melihat seorang berpakaian jawa duduk meringkuk melawan rasa takut.
Prajurit 2         : (Berbalik menghadap prajurit 1) “Ow I’m sorry. Aku kebelet nguyuh keeh. Kit mau nginum baen. Kembung mbokyah,”
            Pemain 1 bangkit, mengambil kesempatan untuk pergi dari ketegangan yang semakin membuncah disetiap detiknya.
Namun terlambat, Prajurit 2 telah melihatnya berdiri dan berteriak memanggil kawanannya.
Prajurit 2         : “Oh hey! Lihat kawaan. Di sini ada tikus kecil ternyata,”
            Beberapa prajurit mendekat dan pandangan mereka tertuju pada hal yang sama. Pemain 1.
Prajurit 1         :”Kukira ini bukan tikus,”
Prajurit 3         :” What do you mean?? Ini tikus. Apa kau perlu kacamata untuk melihatnya agar lebih jelas?”
Prajurit 1         :”Very funny!” (memukul tengkuk prajurit 3)
Prajurit 3         :”What the—“ (mencoba memukul prajurit 1 namun dihalangi oleh prajurit 4)
Prajurit 4         :”Heyy. Kalian tak merasa malu kah?? Tukaran ning ngarep tikus. Mikir!”
Prajurit 2         :”Alah mbuh pada noisy baen. Quiet sepetit jal! Ruwing kupinge nyong,”
Prajurit 5         :”Heh!! What are you doing here?? Nguping? Nyolong? Ngintip?? Ngerti timbilen ora?? Melasi maring ko mbokkan timbilen angger ngintip. Mendingan goli ngintip ngomong sisan mau,”
Pemain 1         :”Inyong—inyong arep... “
Prajurit 1         :”Nyolong?! HAH?? NYOLONG?!”
Karena kaget, pemain 1 tak sengaja mengulangi kata dari prajurit 1. Ceroboh memang.
Pemain 1         :”nyolong iya! Eh... maksud—maksude...”
Prajurit 2         :”Masalah pecah, bawa dia ke Jenderal. Lihat apa yang akan kau dapatkan,
                            tikus ireng,”
            Kedua prajurit menyeretnya, membawanya, tanpa persetujuan si pemain 1 menuju ke hadapan jenderal mereka yang terduduk menikmati panasnya hari itu.
Jenderal           :”Hey, hewan apa ini??”
Pemain 1         :”Kewan? Nyong menungsa kieh. MENUNGSA!! Deleng raine nyong. Geh, tangane loro sikile loro. Apa ko kudu nanggo kaca mata sing kandel lensane rong meter kon weruh nyong menungsa?? Njengkelna tok dadi wong,”
Jenderal tersenyum mengejek dan menganggapnya hanya bagian dari suara gesekan dedaunan pohon di sampingnya.
Prajurit 3         :”How dare you affront our jenderal. I’ll kill you! Now! (mencabut senapan di samping kanan pinggangnya dan mengarahkannya ke pemain 1)
Pemain 1         :”Ap—“
Jenderal           :”Slow down, my soldier. Membunuhnya tak menjadikannya berguna, bukan?? Kita akan adakan sidang dan memutuskan keputusan terbaik untuk cockroach kotor seperti dia. Persiapkan tempat. Sekarang,”
(Properti dipindahkan ke tengah lapangan)
          Pemain 1 duduk diikat tali di kursi di hadapan tempat duduk jenderal dan dikawal dua prajurit di sebelah kanan- kiri belakangnya.
            Beberapa orang pribumi datang dari belakang pemain 1 dan memandang kaget pemandangan yang sedang terjadi. Beberapa diantaranya mulutnya terbuka lebar karena begitu kagetnya mereka dengan peristiwa tersebut.
Pemain 2         :”Heyy apa yang kalian lakukan?? Bebasna dulure nyong kue!  Melasi dejiret.                    Depaksa njagong maning,”
Prajurit 1         :”Shut up!”(menembakkan senapan ke arah pemain 2)
            Pemain 2 terjatuh dengan pelan dan memegangi dada sebelah kanannya yang berselimut darah.
Andre              :”Eeeeh stop disit! Perange urung mulai mbok!”
            (Semua mata pemain tertuju pada Andre yang datang entah dari mana datangnya. Mulut mereka terbuka lebar dan belum ada yang berkedip sampai Andre berbicara lagi)
Andre              :” Inuuuu! Ngeneh!” (Ibnu mendekat dan berdiri di samping Andre dengan muka polos)
Andre              :”mulai!” (Ibnu dan Andre berjalan berkeliling mengankat papan bertuliskan “Indonesia vs. Belanda Round 1”)
Andre              :”Nah siki mbene olih,”
                        Adegan saat tertembak diulang kembali.
Jenderal           :”Oke dimulai. Disini akan saya ajukan pertanyaan dan anda berkewajiban untuk menjawab. Berfikir selama dua detik berarti anda mengatakan “iya”. Diam berarti anda mengatakan “iya”. Menjawab dengan tidak yakin berarti “iya”. Jawaban tidak boleh diralat kecuali saya meminta anda untuk mengulangi,”
            Beberapa prajurit mendengus dan tersenyum. Namun pemain 1 hanya terdiam. Keringat dingin meluncur dari dahinya, dan detak jantngnya semakin tak karuan. Ia merasa ada sesuatu yang berterbangan di dalam perutnya dan memaksanya untuk lari pada saat itu juga.
Jenderal           :”Pertama, apa kau orang pribumi?”
Pemain 1         :”Iya, tapi—“
Jenderal           :”Apa kau datang ke sini untuk memata- matai?? Dua detik tidak menjawab, berarti jawabannya “iya”. Tulis, prajurit.
Pemain 3         :”Weh, pemain 1 durung njawab kueh! Sing bener ya! Cures nemen kek kue tah. Karepe apa hah? KAREPE APA?!!” (berteriak tak terkendali dari sekumpulan orang pribumi yang juga mendukungnya)
Jenderal           :”Shut up! Di sini wilayah saya, di sini saya yang memimpin, di sini saya yang mengendalikan, dan di sini... keputusan di tangan saya!”
Jenderal           :”Apa kau di sini untuk mencuri senjata kami??”
Pemain 1         :”Ti—tidak”
Jenderal           :”Kau menjawab tidak yakin, tikuss. Jawabannya berarti “iya”. Tulis lagi, prajurit,”
Pemain 1         :”SIDANG APA KIE? DISKRIMINISASI KIE TAH!!”
Pemain 4         :”Maksude ko Diskriminasi ndean,”
Pemain 1         :”Iya, driksiminasi!”
Pemain 4         :”Diskriminasi, oooii!!!”
Pemain 1         :”Diskriminasi!! Kueh!! Maksude apa jajal, mihak dirine dewek,”
Jenderal           :”Tutup mulut atau peluru di dalam senapan ini bersarang di otak udang milikmu,”
Jenderal           :”Semua pertanyaan telah di jawab, sidang berakhir, dan tersangka dinyatakan bersalah. Dijatuhi hukuman mati dengan hukuman penggal kepala,”
Pemain 1         :”Penggal? Sirahe?” (Pingsan di atas kursi di hadapan jenderal)
Jenderal           :”Kecoak lemah. Lepaskan ikatannya, dan yang lainnya, siapkan alat penggal di tengah alun- alun,”
Setelah di lepaskan, pemain 1 memukul kedua prajurit yang mengawalnya dan berlari menuju teman seperjuangan di belakangnya, mengambil senjata—yang saat itu masih bambu runcing, dan melawan Belanda yang memakai senapan, meriam, dan alat canggih lainnya—dan berlari menuju prajurit yang lengah tanpa senjata.

Teriakan memekakan telinga yang bercampur dengan kobaran semangat pasukan pribumi menghiasi langit siang itu.



Okey ini karya admin sendiri. Absurd emang. Dan ini juga ending-nya kaga jelas. Tapi it's okelah. Gini- gini juga Juara 1 waktu lomba di sekolah :v Dan itu no title bukan judulnya, tapi emang bingung judulnya apaan. Kalo nggasalah "Pertempuran Lima Belas Menit" tapi kayanya kalo dikasih title itu makin absurd, jadi kaga usah.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment